Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Pilkada 2024 Mengacu Putusan MK

Tokoh politik dan dosen STIA Nurtanio dan LAN-RI, Djamu Kertabudi, Minggu (18/8/2024).

FRN Cimahi, – Ramai Pembicaraan publik, terkait Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan undang-undang RUU Pilkada 2024, yang akan di revisi pihak DPR-RI, yang jadi polemik besar, hingga di Demontrasi oleh Mahasiswa, se Indonesia, kalangan artis dan Masyarakat .

Hal itu menurut tokoh politik dan Dosen Pemerintahan dari STIA Nurtanio dan LAN-RI, Djamu Kertabudi. Sudah dapat dipastikan bahwa Putusan MK  No. 60/PUU-XII/2024 tentang Ambang batas pencalonan Kepala Daerah, mengejutkan berbagai pihak, dan menjadi “tranding topic” di media. 

“Dinamika dan dialektika politik paska putusan MK kian menggelinding sedemikian rupa saat DPR-RI  berencana akan menggelar Sidang Paripurna dengan acara pengesahan RUU tentang Pilkada pada tanggal 22 Agustus 2024 kemarin,” 

Yang menjadi persoalan, lanjut Djamu, materi RUU ini hanya memuat sebagian materi Putusan MK No. 60/PUU-XII/2024. Dampaknya, terjadilah unjuk rasa dari berbagai kalangan di depan gedung DPR-RI yang menolak pengesahan RUU tentang Pilkada ini. 

“Akhirnya mengingat penyelenggaraan Sidang Paripurna ini tidak memenuhi quorum (jumlah minimum anggota DPR yang dipersyaratkan), maka sidang dibatalkan, dan Pimpinan DPR mengumumkan di media, bahwa penyelenggaraan pilkada 2024 mengacu pada Putusan MK No. 60/PUU-XII/2024,” cetus Djamu.

Adapun materi Putusan MK ini pada prinsipnya memuat ketentuan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu baik yang memiliki perwakilan di DPRD maupun tidak, yang dikenal dengan partai non parlemen dapat mendaftarkan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dengan ketentuan memenuhi persyaratan ambang batas pencalonan akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu dengan ketentuan, bahwa minimun 10% dari jumlah pemilih sampai 250 ribu, 8,5% dari jumlah pemilih sampai dengan 500 ribu, 7,5% dari jumlah pemilih sampai 1 juta, dan 6,5% diatas 1 juta.

“Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Koalisi atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD yang disebut non Parlemen sesuai dengan persyaratan ambang batas pencalonan dapat mengusung sendiri pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, atau koalisi partai yang memiliki kursi di DPRD dengan partai non Parlemen,” tandas Djamu.

Sehingga dengan sendirinya peta politik jelang pilkada 2024 menjadi kian dinamis.

“Karena, berdasarkan data hasil pemilu 2024 Jawa Barat khususnya Daerah yang berada di wilayah Bandung Raya gabungan partai politik non parlemen tercatat melampaui ambang batas pencalonan yang dipersyaratkan,” tukas Djamu kembali.

Maka dari itu, tampak sekali di beberapa daerah upaya yang dilakukan partai politik non Parlemen tengah membentuk koalisi, dan pihak figur yang selama ini ikut mendaftarkan diri ke partai politik sebagai kandidat Kepala Daerah, terutama bagi pihak yang mendapat kesulitan bersaing, mulai menjalin komunikasi dengan koalisi partai non Parlemen ini. 

“Seperti antara lain Bandung Barat dan Kota Cimahi, konon sudah terbangun kesepahaman dengan pihak tertentu dalam rangka persiapan pengusungan pasangan calon,” lanjut Djamu.
Akhirnya, sejauh mana konfigurasi politik yang terjadi dalam kontestasi pilkada 2024 ini  ?, dipastikan setiap daerah akan beragam dan sangat dimungkinkan pasangan calon akan kian bertambah tentunya, meskipun dengan waktu yang sangat mepet ini akan mendapat kesulitan tersendiri dalam mempersiapkan persyaratan administratif sesuai ketentuan KPU.



(Red).

Posting Komentar

0 Komentar