Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Merespon Pernyataan Kota Cimahi Berdiri Secara Kebetulan Dan Korban Regulasi

Praktisi hukum dan Pengamat Politik Theodorik Gultom, SH Merespon Pernyataan Kota Cimahi Berdiri Secara Kebetulan Dan Korban Regulasi

FRN Cimahi, -Polemik ungkapan calon walikota Cimahi Aditya Yudistira, banyak yang menanggapi dari berbagai elemen tokoh masyarakat, LSM, dan kali ini respon dari seorang praktisi hukum dan Pengamat Politik, Theodorik Gultom, SH. Kamis (30/5/2024).

Menurut Gultom, bahwa Berdirinya Kota Cimahi mengacu pada UU No 22 tahun 1999 tentang Pembinaan dan pengawasan dalam kerangka Otonomi Daerah dan juga tidak terlepas dari terbitnya UU No.9 tahun 2001 Tentang Pembentukan Kota Cimahi dan buah dari reformasi.

“Saat itu dibeberapa daerah di Indonesia menginginkan adanya Kota, Kabupaten dan Provinsi, untuk melepaskan diri dari daerah sebelumnya agar bisa berdiri sendiri sehingga mampu mengelola tata pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah dari daerah sebelumnya,” ungkap Gultom.

Begitupun Kota Cimahi, segera setelah UU Otonomi daerah diberlakukan, beberapa tokoh masyarakat yang tergabung dalam Sekretaris Bersama [SekBer] meresponsnya dengan mengajukan kepada Pemerintah Pusat agar Kota Cimahi menjadi Kota Otonom yang terpisah dari Pemerintah Kabupaten Bandung.

Beberapa hari ini, masyarakat Cimahi diresahkan dengan adanya potongan video dari seseorang yang mengaku calon Walikota Cimahi 2024-2029.

“Dalam potongan video tersebut dia menyatakan dihadapan Forum RW bahwa Kota Cimahi lahir secara kebetulan, kita ini korban sebuah regulasi. Menanggapi pernyataan tersebut saya bependapat bahwa pernyataan tersebut amat berbahaya dan bisa menimbulkan keresahan di masyarakat luas tentang eksistensi dan keberadaan Kota Cimahi,” terangnya .

Sejak berlakunya UU No 9 tahun 2001, Kota Cimahi sudah mengalami 4 kali pilkada serta menghasilkan 3 orang Walikota.

“Kota Cimahi sudah banyak mengalami perubahan dan kemajuan. Apabila dikaitkan dengan pernyataan Calon Walikota tersebut, telah jelas bahwa yang bersangkutan tidak menghormati Lembaga DPR RI [legislatif) dan Presiden/Pemerintah pusat {eksekutif} sebagai lembaga-lembaga pembentuk UU yang menghasilkan UU Otonomi Daerah dan UU No 9 thn 2001. Konsekwensi hukum dari pernyataan tersebut bahwa dia menganggap produk hukum yang dihasilkan dari lembaga-lembaga Negara tersebut dianggap illegal,” jelas Gultom kembali.

Karena pernyataannya tersebut, lanjut Gultom, yang menyatakan Kota Cimahi lahir secara kebetulan.

“Pembentukan sebuah Kota, Kabupaten dan Provinsi berdasarkan UU OTDA harus berdasarkan usulan masyarakat, kajian komprehensif, sampai diputuskan apakah sebuah daerah dianggap layak jadi otonom.Jadi jelaslah Kota Cimahi berdiri berdasarkan sebuah kajian yang mendalam seperti yang diatur dalam UU bukan secara kebetulan,” tegas Dia.

Didalam pernyataan tersebut, yang bersangkutanpun menyatakan bahwa kita atau Kota Cimahi korban sebuah regulasi. Didalam prinsip dan kaidah hukum, sebuah perundang-undangan atau regulasi dianggap baik dan apabila ada sebuah regulasi yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi,

“Maka setiap orang berhak untuk mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Mendengar pernyataan yang bersangkutan, yang menyatakan Kota Cimahi korban regulasi sangat berbahaya, artinya UU OTDA adalah UU yang tidak benar yang berakibat Kota Cimahi menjadi korban dari regulasi tersebut. Padahal dengan UU tersebutlah menjadikan berdirinya Kota Cimahi selama kurang lebih 23 tahun dengan segala dinamika dan kemajuannya,” papar Gultom.

Dari seluruh pernyataan yang terdapat didalam video tersebut

“Saya beranggapan bahwa yang bersangkutan patut diduga mengingkari keberadaan Kota Cimahi dengan segala prosesnya, karena mengganggap Kota Cimahi berdiri secara ujug- ujug atau kebetulan. Proses perjuangan dalam pembentukannya seolah-olah dianggap tidak bernilai. Berdirinya Kota Cimahi dengan segala persyaratannya yang diatur oleh UU telah menghadirkan pemerintah Kota Cimahi beserta Walikota, lembaga DPRD Kota Cimahi dan APBD,” jelasnya.

Lebih lanjut Gultom mengatakan, bahwa apabila dikaitkan dengan pernyataan yang bersangkutan, konsekwensi logisnya adalah yang bersangkutan tidak mengakui, keberadaan Pemerintah Kota dan DPRD termasuk eksistensi Partai Politik yang duduk di DPRD.

“Hal lain yang perlu saya tanggapi mengenai pernyataannya yang menyatakan bahwa Kota Cimahi tidak jelas batas-batasnya.Jelas hal ini mengecilkan kemampuan pembuat UU (Legislatif dan Eksekutif]. Bagaimana mungkin ada sebuah daerah tidak jelas batas-batas wilayahnya? Bagaimana sebuah pemerintahan Kota melakasanakan kebijakan dan program kerja seperti yang diperintahkan UU sedangkan batas-batas wilyahnya tidak jelas,” ucap Gultom.

“Sebagai seorang Calon Walikota menurut saya yang bersangkutan telah melakukan logical fallacy, mana mungkin dia hendak mencalonkan diri menjadi seorang Walikota Cimahi sedangkan Kota Cimahi yg hendak dia pimpin dia anggap berdiri secara kebetulan?,” ungkapnya.

Hal yang paling berbahaya menurut Gultom, adalah didalam video tersebut,




“Pernyataan-peryataan tersebut disampaikan di Forum RW yang notabene adalah sekumpulan RW dan RW-RW tersebut terdiri dari RT-RT yang betugas melayani warga-warga, akan apa jadinya apabila pernyataan dari pemahaman yang keliru disampaikan pada forum RW, hal tersebut akan berdampak terhadap pengaburan pada sejarah Kota Cimahi yang mengakibatkan mendegrasi rasa kebanggaan di masyarakat. Dengan pernyataan bahwa Kota Cimahi berdiri secara kebetulan mungkin secara psikis selain menurunkan rasa memiliki terhadap Kotanya malah sangat mungkin akan menumbuhkan apatisme di masyarakat,” ujarnya.

Melihat dinamika politik yang serba cepat yang akan terdampak pada masyarakat, menjelang Pemilihan Walikota Cimahi 2024-2029, penulis Hotben Gultom, selaku warga Cimahi yang berprofesi sebagai praktisi hukum menyimpulkan bahwa untuk Walikota Cimahi mendatang alangkah baiknya adalah sosok yang memahami sejarah Kota Cimahi serta punya jejak prestasi yang mumpuni dalam mengelola tata pemerintahan yang baik.

“Apa jadinya sebuah Kota akan dipimpin oleh seseorang yang tidak memahami sejarah Kota yang hendak dia pimpin sedangkan dia sendiri tidak memahami Kotanya. Saya berharap para tokoh-tokoh, akademisi, politikus partai dan anggota DPRD Cimahi segera merespons cepat pernyataan calon Walikota tersebut yang diindikasikan telah melakukan pengaburan sejarah Kota Cimahi agar tidak menjadikan keresahan di masyarakat dan menjadikan polemik berkepanjangan dan terhadap partai-partai politik yang hendak menggusung Calon Walikota Cimahi mendatang agar bias secara sungguh-sungguh, melakukan fit and propert, kajian, tracing rekam jejak agar bisa menilai sosok calon berdasarkan pendekatan ilmiah bukan sekedar hanya mencalonkan.

Sosok Walikota Cimahi mendatang harus didasari pengetahuan yang dalam tentang Kota Cimahi dengan disertai kompetensi yang matang yang didasari rekam jejak yang jelas agar Kota Cimahi tidak salah urus akibat Walikota yang memimpinya tidak memiliki kemampuan managerial yang baik,” tandas Gultom.





(Bagdja)

Posting Komentar

0 Komentar