FRN ( KBB )Bulan Ramadan selalu dinanti-nantikan umat Islam di seluruh dunia. Namun salah satu momen penting dalam menyambut Ramadan adalah pengamatan hilal. Lantas apa itu hilal?
Hilal, atau bulan sabit muda, menjadi simbol penting dalam Islam. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang hilal dan mengapa menjadi tanda awal Ramadan. Selain itu juga akan dibahas bagaimana proses pengamatannya.
Apa Itu Hilal?
Hilal, dalam bahasa Arab, berarti "bulan sabit yang tampak". Kata ini berasal dari akar kata "ha-lam-lam" dan memiliki makna serupa dengan kata "fi'il" هَلَّ dan اَهَلَّ.
Dilansir dari NU Online, dalam Al-Qur'an, Al-Baqarah ayat 189, mencatat ertanyaan para sahabat kepada Nabi Muhammad SAW tentang penciptaan dan hikmah ahillah (jamak dari hilal).
Kemudian atas perintah Allah SWT, Rasulullah SAW menjawab bahwa ahillah atau hilal berfungsi sebagai kalender bagi ibadah dan aktivitas manusia, termasuk ibadah haji. Pertanyaan ini muncul karena para sahabat telah melihat penampakan hilal, yang menandakan awal bulan baru.
Secara sains hilal atau crescent adalah bagian bulan yang memantulkan cahaya dan terlihat dari bumi sesaat setelah matahari terbenam pada hari terjadinya ijtima' atau konjungsi.
Berdasarkan tinjauan bahasa, Al-Qur'an, As-Sunnah, dan sains, dapat disimpulkan bahwa hilal pasti tampak cahayanya di awal bulan, bukan sekadar pemikiran atau dugaan. Namun jika tidak terlihat, maka tidak disebut hilal.
Metode Rukyat Sebagai Penentu Awal Ramadan
Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan rukyah, yaitu melihat dan mengamati secara langsung (observasi) terhadap hilal. Observasi hilal menjadi bagian penting dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki tradisi panjang dalam menetapkan awal bulan Hijriah, termasuk Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, yaitu dengan metode rukyatul hilal.
Rukyah dilandaskan pada keyakinan bahwa rukyatul hilal merupakan ibadah fardhu kifayah, yang berarti wajib dilakukan oleh sebagian umat Islam untuk mewakili seluruh umat.
Keputusan ini diperkuat oleh hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU dan Muktamar NU yang telah berlangsung sejak tahun 1954 hingga 2021.
Meskipun demikian, rukyatul hilal bukan hanya tentang mengamati bulan sabit muda. Di baliknya terdapat metodologi ilmiah yang mempertimbangkan berbagai faktor astronomis, seperti tinggi bulan, elongasi, dan imkan rukyat.
NU juga memiliki lembaga khusus, yaitu Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU), yang bertanggung jawab untuk melakukan rukyatul hilal secara ilmiah dan profesional.
Proses pengamatan hilal terbagi menjadi tiga metode:
• Mata Telanjang: Cara tradisional ini mengandalkan penglihatan manusia tanpa alat bantu.
• Teleskop: Penggunaan teleskop membantu meningkatkan kemampuan penglihatan dan memperbesar objek, sehingga meningkatkan peluang melihat hilal yang tipis.
• Alat Optik dan Sensor/Kamera: Teknologi modern memungkinkan penggunaan alat optik canggih yang terhubung dengan sensor atau kamera untuk menangkap gambar hilal yang lebih detail.
Kemudian, berdasarkan metode pengamatannya, kriteria visibilitas hilal terbagi menjadi tiga kategori yaitu:
• Kasatmata Telanjang (Bil Fi’li): Hilal terlihat jelas dengan mata telanjang tanpa alat bantu.
• Kasatmata Teleskop: Hilal hanya terlihat dengan bantuan teleskop.
• Kasat-Citra: Hilal hanya terlihat melalui gambar yang dihasilkan oleh alat optik dan sensor/kamera.
Pengamatan hilal sendiri merupakan bagian penting dalam tradisi Islam di Indonesia dan menjadi penanda awal bulan Ramadan yang dinanti-nantikan umat Muslim. ( AS )
0 Komentar